Minggu, 18 Januari 2009

MUSIUM SEJARAH JAKARTA


Musium Sejarah Jakarta atau dikenal dengan Musium Fatahillah. Musium Fatahillah ini berada di dalam kompleks bangunan kuno bekas balai kota Batavia yang didirikan oleh Gubernur Jendra Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1620. Areal musium luasnya lebih dari 13.000 meter persegi. Musium ini diresmikan oleh Pemerintah pada tahun 1974 menjadi Musium Sejarah Jakarta. Pada musium ini terdapat lebih dari 23.500 koleksi terkenal yang berhubungan dengan perkembangan budaya Jakarta sejak abad 18.

Berbagai obyek yang dapat disaksikan di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-18, keramik, gerabah, dan batu prasasti. Koleksi-koleksinya terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Fatahillah, Ruang Jayakarta, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Ada juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Salah satu koleksi Musium Sejarah Jakarta yang terkenal adalah patung Dewa Hermes dan Meriam ”Jagur”. Patung dewa Hermes adalah dewa Perdagangan dan Penemuan baru dalam mitologi Yunani. Sedangkan meriam Jagur adalah meriam Portugis yang diangkat dari Malaka ke Batavia tahun 1641.

Pada tahun 2002 Musium Sejarah Jakarta membuat terobosan baru dengan menambahkan program wisata berkunjung ke kampung-kampung tua di Jakarta seperti Kampung Orang Cina (Pecinan), Kampung Luar Batang, Kampung Pekojan, Kampung Angke dan kampung Pecah Kulit.

Program ini mulanya disebut Wisata Kampung Tua, tapi kini lebih dikenal Kunjungan Kampung-Kampung Bersejarah. Wisata ini sengaja dirancang untuk dapat dinikmati oleh untuk semua lapisan masyarakat lokal maupun mancanegara, dari anak-anak hingga orang dewasa. Wisata dilakukan dengan berjalan kaki, agar peserta dapat langsung merasakan denyut kehidupan di kampung-kampung tua tersebut sambil menikmati keindahan arsitektur dari bangunan-bangunan bersejarah yang terdapat didalamnya.

Penjelajahan wisata ini dimulai dengan berjalan kaki menelusuri jalan Kali Besar dan Patekoan (Perniagaan). Dijalan Patekoan ini terdapat bekas rumah keluarga saudagar Souw. Salah satu keturunan keluarga Souw yang terkenal adalah Souw Siauw Tjong.Ia memiliki tanah luas di Paroeng Kuda, Kedawung Wetan dan Ketapang di wilayah Tangerang Banten. Selain kaya-raya, ia berjiwa sosial dengan mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak bumiputera di tanah miliknya, memelihara orang-orang miskin dan menyumbangkan makanan dan bahan-bahan bangunan pada waktu terjadi kebakaran di daerah sekitar tempat tinggalnya.

Hingga sekarang rumah keluarga Souw masih dipertahankan keasliannya, termasuk arsitekturnya yang indah. Kunjungan juga singgah ke gedung SMUN 19, yang merupakan bekas Gedung THHK. Di tempat inilah mula pertama berdiri suatu organisasi modern di kota Batavia (Jakarta Kota).

Penelusuran dilanjutkan ke jalan Kemenangan III, dengan melihat klenteng Toa Sai Bio Kelenteng ini dibangun oleh orang Hokian dari kabupaten Chang Tai Keresidenan Zhangzhou, propinsi Fujian dan dipersembahkan kepada dewata dari aliran Daoisme Cheng-goan Cin-kun.

Dari klenteng Toa Sai Bio dilanjutkan ke Kelenteng Jin De Yuan yang terletak di Jl. Kemenangan III. Klenteng ini merupakan salah satu kelenteng tertua di Jakarta Kota.Didirikan tahun 1850 oleh Letnan Kwee Hoen dan diberi nama Koan-Im Teng. Kelenteng ini dipersembahkan kepada Dewi Koan-Im (Dewi Welas Asih).

Gereja Santa Maria De Fatima adalah kunjungan selanjutnya. Gereja ini dibangun dalam bentuk gedung besar kediaman seorang pejabat Tionghoa, dengan bentuk atap ian-boe heng (ekor wallet) serta dikawal sepasang shi shi (singa batu). Tak banyak yang diketahui mengenai pemiliknya yang pertama kecuali ia seorang berpangkat Luitenant Derc Hineezen dan bermarga Tjioe. Usai mengunjungi Gereja Santa Maria de Fatima, kembali ke Museum Sejarah Jakarta, melewati pasar tradisional di Petak Sembilan yang menjual berbagai macam jajanan dan bahan masakan tradisional Cina.

Selain wisata tersebut masih banyak lagi sejarah yang berkaitan dengan keberadaan gedung Sejarah Jakarta. Diantaranya halaman luas didepan gedung Sejarah Jakarta pernah dijadikan tempat eksekusi hukuman mati bagi penjahat dan pemberontak di masa penjajahan Belanda. Eksekusi mati juga dilakukan dengan penggal kepada dan gantung di tengah-tengah halaman seraya dipertontonkan ke masyarakat. Bahkan Pangeran Diponegoro pernah ditahan selama 3 minggu di lantai dua gedung tersebut sebelum akhirnya di putuskan untuk dibuang ke Menado bersama Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposono dan istri, serta para pengikut lainnya seperti Mertoleksono, Banteng Wereng, dan Nyai Sotaruno. Pada tanggal Tanggal 3 Mei 1830 akhirnya Pangeran Diponegoro beserta rombongan diberangkatkan ke Manado menggunakan kapal Pollux setelah adanya keputusan dari Gubernur Jendral Van den Bosch.
MANFAAT
Sejarah tidak akan membosankan, apalagi penyampaian dilakukan dengan menceritakan situasi yang terjadi disaat dulu, seperti dongeng dan melihat secara langsung tempat terjadinya peristiwa besar saat itu, akan membuat anak akan mengingat dengan baik sejarah kota Jakarta. Selain itu dapat mengembangkan daya imaginasi anak untuk membayangkan kejadian-kejadian yang bersejarah terjadi di Gedung Musium fatahillah.

INFORMASI LAINNYA
Waktu buka setiap hari Selasa- Minggu dari pukul 09.00 hingga 15.00
Harga tiket untuk anak-anak cukup murah sebesar Rp. 600,- dan dewasa sebesar Rp. 2.000,-. Fasilitas berupa Pemandu wisata,restoran,toko cinderamata,toilet,tempat Ibadah dan parkir yang luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar